Saturday, April 20, 2024
  • Ikuti Kami
  • Posko Jenggala
  • Posko_Jenggala
  • Posko Jenggala
  • Posko_Jenggala

Kelaparan di Sabana, Tak Harum Lagi Cendana, Bumi NTT oh Negeriku

Published : 17-Januari-2015 | 01:53:49

Kelaparan mengguncang Nusa Tenggara Timur. Provinsi ini harus mengalaminya berulang kali. Masih ada harapan untuk terus melangkah mengharumkan daerah berpotensi ini.


Berita tentang kelaparan di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada awal April 2010 begitu menyesakkan hati hingga di segala sudutnya. Kelaparan serius dikabarkan mengancam sekitar setengah dari 4,2 juta penduduk NTT. Ancaman itu menyebar di Kabupaten: Kupang, Manggarai Timur, Sumba Timur, Rote Ndao, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Alor, Ende, Sika, Nagekeo, dan Sabu Raijua.

Menurut Esthon Foenay, Wakil Gubernur NTT, sebenarnya hampir semua kabupaten di NTT mengalami kekeringan yang berdampak kelaparan. Namun, yang melapor ke Badan Penanggulangan Bencana Provinsi baru tiga, yaitu: Sumba Timur, Timor Tengah Utara (TTU), dan Timor Tengah Selatan (TTS). Dari catatan yang ada terdapat 33 kecamatan terancam rawan pangan. Sebanyak 49.768 keluarga (248.840 jiwa) di tiga kabupaten tersebut terkena dampak kekeringan.

NTT kerap berhadapan dengan kekeringan dan kelaparan. Tapi, hingga kini belum ada penanggulangan yang memadai. Pada 2010 kekeringan yang lebih panjang dari biasanya di wilayah yang memiliki banyak padang rumput ini mengakibatkan gagal panen yang berujung pada kelaparan yang lebih besar.

Data dari Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan NTT, tingkat kerusakan tanaman dan kegagalan panen mencapai 5.978,76 hektar, atau 2,57 persen dari rencana tanam yang sebesar 232.315 hektar untuk padi. Sedangkan ubi-ubian, tingkat kegagalannya sampai seluas 1.715,38 hektar, atau 1,46 persen dari rencana tanam seluas 117.313 hektar. Lalu, kacang-kacangan yang gagal panen sebesar 786,38 hektar, atau 1,93 persen dari total rencana tanam seluas 40.792 hektar.
Kemiskinan yang terjadi di NTT terlihat dari data BPS (Biro Pusat Statistik) pada 2007 – 2008, yaitu memiliki tingkat kemiskinan sebesar 27,51 persen. Sedangkan angka rata-rata tingkat kemiskinan nasional adalah 15,52 persen. Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) NTT juga memprihantinkan. Indeks Pembangunan Manusia NTT bertengger di angka 65,40 (rata-rata nasional: 70.59). Potensi kematian bayi mencapai 31 orang per 1.000 kelahiran. Pemerataan pertumbuhan ekonomi masih timpang, kantong-kantong kemiskinan banyak menumpuk di daerah pedesaan.

Kondisi kelaparan semakin memburuk. Indikasi tersebut semakin kuat dengan adanya kabar bahwa terdapat 753 keluarga yang bermukim di empat desa di Kecamatan Pinu Pahar, Kabupaten Sumba Timur, yang mulai mengonsumsi iwi (ubi hutan) yang sebenarnya beracun. Warga terpaksa memakan iwi karena cadangan makanan mereka sudah habis. Beras, jagung, ketela, maupun kacang tanah sudah tak ada lagi untuk dimakan. Pinu Pahar terletak sekitar 200 kilometer dari Waingapu, Ibu Kota Sumba Timur.

Memakan iwi yang diambil dari hutan ini harus sangat hati-hati, soalnya salah-salah bisa menimbulkan mual-mual hingga kematian. Biasanya untuk menghilangkan racun yang ada di iwi, penduduk harus mengupas iwi terlebih dulu. Lalu, diiris menjadi kecil-kecil. Setelah itu  dimasukkan dalam karung plastik. Kemudian, karung plastik yang berisi irisan iwi tersebut direndam di dalam air sungai selama dua hari dan dua malam. Katanya, cara ini untuk mengeluarkan racun. Iwi biasanya menjadi makanan ternak.

Andreas Marumata, Camat Pinupahar, mengakui bahwa kekeringan tahun ini adalah yang terparah dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Warga berkata kepada Andreas bahwa mereka mengkonsumsi makanan dari hutan sejak awal Maret 2010.

Mengetahui kondisi NTT yang parah, Posko Jenggala bersama ICW (Indonesian Corruption Watch) membuat “Coin for NTT” untuk menggalang dana bagi bantuan kemanusiaan untuk NTT. Kemudian, setelah dana terkumpul, Posko Jenggala berangkat ke NTT.

Selama di NTT, Posko Jenggala menggelar kegiatan pengobatan gratis, yang berhasil menangani pasien sebanyak 7.778 orang pasien. Membantu 16 desa di NTT. Posko Jenggala juga membawa bantuan dan mendistribusikan 20 ton beras dan jagung. Juga, memberikan bibit tanaman.

Ternyata, di sela-sela kesibukan memberikan bantuan kemanusiaan di 16 desa, Posko Jenggala berjumpa dengan lokasi pengungsian orang-orang Timor Timur di NTT. Seperti diketahui, hasil jajak pendapat di Timor Timur pada 1999 menyebabkan provinsi termuda Indonesia ini terlepas. Kemudian, orang-orang Timor Timur yang mendukung tetap bersatu dengan Indonesia mengungsi ke NTT (yang merupakan wilayah Republik Indonesia). Timor Timor kini telah menjadi negara Timor Leste.

Kondisi pengungsian sangat mengenaskan. Rumah-rumah, atau lebih tepat disebut sebagai tempat berteduh, terbuat dari gubuk dengan atap rumbia dan lantai tanah. Mereka juga kekurangan makan. Terdapat 300 Kepala Keluarga (KK) di dalam lokasi pengungsian. Andi– yang jarang menangis– di sini menangis untuk yang ketiga kalinya (pertama, pada saat meninggalnya dua relawan Posko Jenggala saat membantu korban Banjir Bengawan Solo. Dan kedua, saat luapan Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, ketika menyaksikan orang-orang yang dulunya punya tanah dan rumah langsung tidak punya apa-apa). Andi menangis melihat para pengungsi– yang sebenarnya orang Indonesia dan berjuang untuk Indonesia ini– telah ditelantarkan.

Melihat kondisi pengungsian yang sungguh mengenaskan, Posko Jenggala berniat pula ingin memberikan bantuan. Tapi kesulitan pun terjadi, karena camat setempat merasa takut, mengingat faktor keamanan yang tidak terjamin. Pada awal kedatangan, Posko Jenggala belum bisa masuk ke lokasi pengungsian dengan mulus.

Bisa jadi, hal ini disebabkan memang karena kondisi yang ada. Para pengungsi yang rela keluar dari “rumah asal” mereka di Timor Timur untuk menuju wilayah Indonesia di NTT, menghadapi kondisi terabaikan. Keadaan tempat tinggal, sanitasi, sarana kesehatan, pendidikan, hingga pekerjaan yang tak jelas, sudah menjadi kesulitan. Apalagi perkembangan ekonomi yang memadai di tempat pengungsian, sungguh tak ada. Sesuai dengan gambaran hidup tersebut, orang-orangnya menjadi sangat keras. Janji-janji pemberian bantuan yang tidak kunjung tiba membuat mereka apatis dan menaruh curiga pada para pendatang. Terutama orang di luar pengungsian yang berkata akan memberikan bantuan. Tidak setiap orang dapat diterima masuk.

Tapi, relawan posko Jenggala ingin masuk dan memberikan bantuan. Untungnya, melalui bantuan seorang bidan akhirnya Posko Jenggala dapat masuk ke wilayah pengungsian. Ternyata setelah di dalam, Posko Jenggala diterima dengan baik dan mereka sangat ramah. Andi Sahrandi mempercayai bahwa:  “bila niat baik, tentunya akan diterima dengan baik”.

Kesulitan tidak berhenti. Setelah dibantu untuk berkomunikasi dengan tokoh di lokasi pengungsian, sang tokoh bertanya dengan apatis: kapan mau bantu? Andi segera menjawab bahwa akan dibantu sekarang juga. Mereka sempat tidak percaya. Langsung Andi menyuruh truk bantuan untuk masuk. Dengan pandangan masih menyimpan curiga plus keheranan, para pengungsi melihat dengan seksama truk bantuan Posko Jenggala yang masuk ke lokasi pengungsian. Akhirnya, Posko Jenggala diterima dengan baik dan bantuan tersalurkan.

Selain bencana kelaparan dan kondisi pengungsi Timor Timur, Posko Jenggala menyaksikan lenyapnya Kayu Cendana yang sejak jama dulu kala mengharumkan NTT. Padahal, bangsa-bangsa Eropa, seperti Portugis dan Belanda memperebutkan NTT salah satunya karena Cendana, pada 1500-1600 an. Pedagang Cina di era Dinasti Fang (610-906) datang ke NTT  untuk membeli Cendana yang terkenal itu.

Cendana mulai “hilang” di NTT sejak 1986 karena beberapa peraturan dan pengelolaan yang tidak membuatnya berkembang. Setelah ingin dibenahi pada saat sekarang, pohon Cendana sudah sangat jarang (kalau tak mau dikatakan tidak ada).

Melihat keadaan ini, Posko Jenggala berniat menanam satu juta bibit pohon Cendana pada 2011 di Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Kegiatan ini harus diawali dengan penyemaian benih selama kurang lebih enam bulan, sebelum siap untuk ditanam.

Posko Jenggala berharap suatu saat kelaparan hilang di NTT. Harumnya Cendana pun kembali semerbak. Seharum harapan hidup masyarakat di sabana luas dan penuh potensi ini


Waktu Kegiatan


10-April-2010 S/D 15-April-2010

Lokasi Kegiatan


Berita Terbaru


Selengkapnya

Kontak

GERAKAN KEMANUSIAAN POSKO JENGGALA

Jl. Gunung Indah II No. 50, Cirendeu, Ciputat, Tanggerang Selatan

(021) 7445734

(021) 7445734

info[at]posko-jenggala.org

www.posko-jenggala.org